DPRD Bisa Usulkan Pemberhentian Bupati

KOTA BENGKULU, NASIONAL1827 Dilihat

Bayu Purnomo Saputra, HMY., S.H., C.Me., CNET., CPS,, C. FLS., C.Ext., C. FTax., CTA., CTT., CTP – Advokat dan Mediator

BERITA SEMARAK, BENGKULU – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD memiliki kedudukan, peran dan penting tanggungjawab dalam mewujudkan efisiensi, efektifitas produktivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintah Daerah

DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah mewujudkan hal tersebut melalui pelaksanaan hak, kewajiban, tugas, wewenang dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Banyak tugas dan wewenang yang melekat pada lembaga ini. Selain itu, DPRD juga memiliki 3 fungsi, yakni legislasi, anggaran dan pengawasan. Ketiga fungsi itu dijalankan dalam rangka representasi rakyat di daerah.

BACA JUGA : Suara Bupati Mukomuko yang Sebut Dosa Masa Lalu dan Lirik Lagu Ayu Ting Ting Diputar dalam Rapat Paripurna

Tidak hanya itu, DPRD mempunyai hak yakni hak Interpelasi, hak angket dan hak. Anggota DPRD juga memiliki hak dan kewajiban lainnya.

Apakah bisa DPRD memakzulkan Bupati dan bagaimana prosedur pemakzulanya serta apa aturan yang digunakan.?

Seorang Advokat dan mediator asal Provinsi Bengkulu, Bayu Purnomo Saputra mengatakan, DPRD bisa memakzulkan Bupati dan wakilnya dari jabatan yang sedang diembanya. Kata dia, prosedur pemberhentian Bupati diatur dalam undang-undang nomor 23 tahun 2014.

BACA JUGA : DPRD Mukomuko Akan Tentukan Sikap Usai Disebut Tidak Berfikir Untuk Membangun Daerah

“Undang-undang ini mengatur tentang Pemerintah Daerah. Dalam pasal 76 dan 78, DPRD bisa memberhentikan seorang Bupati jika terbukti melakukan sejumlah pelanggaran,” kata Bayu, Jum’at (12/01/2024).

Bayu yang merupakan advokat dan mediator dan berkantor di Sungai Rupat Kelurahan Lingkar Barat, Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu juga manyampaikan, dalam pasal 76 undang-undang nomor 23 tahun 2014 ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan oleh Kepala daerah dan wakilnya.

BACA JUGA : Bupati Mukomuko Enggan Klarifikasi Usai Vedeonya Diputar Saat Rapat Paripurna

Larang tersebut, terang Bayu, yakni membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA : Lindungi Jajaranya dari Jeratan Hukum, Bupati Mukomuko Sempat Blok Pengesahan APBD tahun 2024

Kemudian, ujar Bayu, membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lalu, bebernya, menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun;

BACA JUGA : Tentang Vedeo Bupati Mukomuko, Pengamat : Ada Pembusukan Dalam Politik

Selain itu, lanjutnya, menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin.

“Kepala daerah dan wakilnya dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan. Mereka juga dilarang menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat 1 huruf e,” bebernya.

BACA JUGA :BACA JUGA : Dukung Bupati Mukomuko, LIRA Sebut Pembangunan Tidak Merata

Kepala Daerah dan wakilnya, kata Bayu, dilarang menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah atau janji jabatannya.

Ia juga menjelaskan, larangan lainnya adalah merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA : Direktur RSUD Mukomuko Ngaku Kecolongan Soal Berkas Peserta PPPK

“Dua jabatan ini, dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri dan meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu 1 bulan tanpa izin Menteri untuk Gubernur dan wakil Gubernur serta tanpa izin Gubernur untuk Bupati,” jelasnya.

Masih dalam undang-undang yang sama, dalam pasal 78 angka 2, Kepala Daerah atau wakilnya diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat satu huruf c karena beberapa hal, yakni berakhir masa jabatannya, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan, dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan kepala daerah dan wakilnya.

BACA JUGA : Buntut Surat Pembatalan Peserta PPPK yang Lulus, LP-KPK Akan Laporkan Direktur RSUD dan BKPSDM

“Kepala daerah atau wakilnya dapat diberhentikan jika tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah atau wakilnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 huruf b. Kemudian, mereka melakukan tindakan yang terbukti melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakilnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 1, kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j, ” katanya.

Prilaku Kepala daerah dan wakilnya pun dapat memicu pemakzulan jabatan ini, yakni melakukan perbuatan tercela dan diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA : BKPSDM Mukomuko Ajukan Pembatalan Kelulusan 1 Peserta PPPK 2023

“Untuk prosedurnya, berdasarkan pasal 79 DPRD dalam memakzulkan Bupati adalah mengusulkan (pemberhentian) kepada Gubernur kepada Menteri untuk mendapatkan penetapan pemberhentian. Perlu tegaskan, usulan pemberhentian yang disampaikan oleh DPRD, tidak serta merta dapat terwujud, sebab keputusan (pemberhentian) itu merupakan hak Gubernur. Menteri memberhentikan Bupati atas usul Gubernur, “bebernya.

BACA JUGA : Tiga Pimpinan Partai di Kabupaten Mukomuko Sesalkan Penurunan Bendera Partai

Bayu juga mengungkapkan, dikutip dari pasal 79, proses pemberhentian ini melibatkan banyak pihak dan tahapan. Tahapan yang harus dilalui, diantaranya adalah setelah DPRD menggelar rapat paripurna untuk memutuskan usul pemakzulan, usulan tersebut akan diperiksa oleh Mahkamah Agung (MA).

“Keputusan MA bersifat final dan wajib dieksekusi oleh menteri. MA bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut. Itu waktunya 30 hari setelah menerima usulan pemberhentian dari DPRD. Kalau dikabulkan, maka Menteri wajib memberhentikan bupati atau wakilnya.”pungkasnya. (**).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *