Jimpitan atau Beas Perelek, Tradisi Sejak Zaman Belanda dan Menghasilkan Puluhan Juta di Mukomuko

Janu Sutopo, Kepala Desa Arga Jaya (kira pakai topi) bersama warga dan berada di tiang teras salah satu rumah warga yang terdapat tempat jimpitan yang terbuat dari potongan botol mineral

BERITA SEMARAK, MUKOMUKO – Jimpitan atau beas perelek merupakan tradisi masyarakat pedesaan yang berkembang sejak zaman penjajahan Belanda. Kebiasaan warga ini ternyata dijalankan di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.

Di Jawa Tengah Jawa Timur dan Yogyakarta, kata jimpitan bisa diartikan mengambil sesuatu dengan beberapa jari. Sedangkan di Jawa Barat, tradisi ini dikenal dengan sebutan beas perelek.

BACA JUGA : Sejarah Singkat Polres Mukomuko

BACA JUGA : Diduga Tulis Komentar Jelek tentang Pendiri Pondok Pesantren, Pria di Mukomuko Minta Maaf

Wujud jimpitan atau beas perelek itu sendiri meliputi beberapa varian seperti beras, uang, atau bahan lain. Tidak ada aturan yang menyebutkan soal jenis varian. Namun, di beberapa tempat, jenis jimpitan didominasi oleh beras.

Seiring zaman, banyak juga ditemukan jenis jimpitan berupa uang. Jumlahnya variasi, dari nominal Rp 500, 1000, hingga 5000 bahkan lebih. Ada yang mengatakan, tradisi ini sebagai upaya membangun nilai sosial dan gotong royong pada masyarakat.

BACA JUGA : 58 Klup Bakal Merumput di Open Turnamen Bandar Ratu Cup II Mukomuko

BACA JUGA : Pimpinan Partai di Mukomuko, Bocorkan Asal Calon Wakil Bupati dalam Pilkada 2024

Nantinya, uang atau barang hasil jimpitan dikelola oleh seseorang atau sekelompok orang yang disalurkan sesuai kesepakatan.

Banyak masyarakat yang merasa manfaat dari tradisi ini. Pepatah “sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit” berlaku dalam kebiasaan unik ini.

Di Desa Arga Jaya Kecamatan Air Rami Kabupaten Mukomuko Provinsi, sebagian masyarakat masih menjalankan kebiasaan ini.

BACA JUGA : Pekan Depan, Kejari Mukomuko Bakal Panggil Sejumlah ASN dalam Kasus 20 Persen

Kepala Desa Arga Jaya, Junu Sutopo kepada beritasemarak.com mengatakan, masyarakat di wilayahnya mewujudkan jimpitan berupa uang. Kata dia, tradisi ini masih berjalan hingga sekarang.

“Warga RW IV menjalin kebiasaan ini. Jenisnya uang dengan jumlah antara Rp 1000 sampai Rp 2000. Iya, setiap malam dilaksanakan dari rumah ke rumah,” kata Kepala Desa Arga Jaya, Selasa (02/07/2024).

BACA JUGA : Tahun 2024, Tidak Ada Desa Tertinggal di Kabupaten Mukomuko

Ide untuk menjalankan tradisi ini, terang Kepala Desa, digagas oleh warga saat menjalankan keamanan keliling (kamling) atau sering juga disebut dengan ronda.

“Mereka (warga yang piket rondo) itu kan keliling lingkungan untuk memastikan keamanan. Nah, kemudian masyarakat sepakat sembari keliling, sekalian membangun tradisi lama yakni mengambil jimpitan,” terang Kepala Desa.

Kepala Desa Arga Jaya memastikan, jumlah jimpitan tidak ditentukan besaranya. Kata dia, jimpitan disepakati masyarakat dengan azas keikhlasan.

BACA JUGA : Tunjang PAD, Pemda Mukomuko Usulkan Pembangunan 5 Pasar Tradisional ke Kementerian Perdagangan

“Kan harus ikhlas. Jadi enggak ditentukan jumlahnya. Kalau di Desa Arga Jaya sendiri dimulai sebelum Pileg kemarin. Ya sekitar 6 bulan. Alhamdulillah, sudah terkumpul sekitar Rp 40 juta,” ujar dia.

Ia mengungkapkan, uang hasil jimpitan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan warga setempat, seperti membeli 140 tiang berikut lampu penerangan dan sekarang sudah terpasang di sepanjang jalan RW.

BACA JUGA : PAD di Mukomuko Berkurang 1 Sektor

“Kalau pengeluaran uang jimpitan itu tergantung warga di lingkungan itu sendiri. Pemdes enggak ikut campur. Kami lebih kepada keaktifan pos kamling. Tentu kami apresiasi ide-ide positif ditengah masyarakat yang azas manfaatnya dapat dirasakan bersama. “pungkasnya. (**).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *