Pemakzulan Bupati Jember
BERITA SEMARAK, JEMBER – Dinilai menyalahgunakan wewenang dan melanggar aturan birokrasi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur memecat Bupati Faida.
Kendati secara hukum tidak sah, permohonan fatwa tetap dilayangkan DPRD Jember ke Mahkamah Agung (MA) sebagai pertimbangan yuridis pemecatan, disampaikan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Keputusan pemakzulan itu dilaksanakan dalam Sidang Paripurna Istimewa dipimpin Ahmad Halim di Gedung DPRD Jember diputuskan secara aklamasi oleh 45 anggota DPRD. Sementara lima anggota dewan memilih abstain, Rabu (22/07/2020).
“Dengan pembacaan semua pandangan Fraksi dan sudah disepakati bahwa semuanya menyatakan sepakat untuk melakukan pemberhentian kepada Bupati Jember,” kata Ahmad Halim di Gedung DPRD.
Ironisnya, upaya pemakzulan Bupati Jember ini dimotori oleh fraksi PDI Perjuangan, partai yang mengusung Faida di Pilkada 2015 silam. Pemakzulan itu dipicu kekecewaan Fraksi PDI Perjuangan dan lainnya yang sudah terpendam cukup lama.
Menurut catatan Fraksi PKB, sedikitnya ada delapan keputusan dan tindakan Faida yang dianggap menyalahgunakan wewenang atau menabrak aturan.
Pertama, Faida tidak merespon Keputusan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Kebutuhan Pegawai Aparatur Sipil Negara Tahun Anggaran 2019 jo. Pengumuman dari MenPAN-RB Republik Indonesia Nomor: B/1069/M.SM.01.00/2019 tentang Informasi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun Anggaran 2019.
Ada juga pengumuman dari MenPAN-RB Republik Indonesia Nomor: B/1069/M.SM.01.00/2019 tentang Informasi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun Anggaran 2019. Akibatnya, Kabupaten Jember tidak memperoleh kuota CPNS yang diabaikan Faida.
Kesalahan kedua, Faida melakukan mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Jember yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara beserta peraturan di bawahnya.
Ketiga, bupati kelahiran Malang itu dinilai tidak mematuhi rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) melalui suratnya Nomor: R-3419/KASN/10/2019 tanggal 15 Oktober 2019 perihal Rekomendasi Atas Pelanggaran Sistem Merit dalam Mutasi Pegawai di lingkungan Kabupaten Jember.
Keempat, Faida menerbitkan Peraturan Bupati Jember tentang Kedudukan, Susunan, Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja (KSOTK) 30 (tiga puluh) Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Jember tanggal 3 Januari 2019. Perbup ini diindikasi melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah serta peraturan pelaksanaannya.
Kelima, kepala daerah berusia 52 tahun itu tidak mematuhi untuk ditindaklanjuti Surat Gubernur Jawa Timur Nomor: 131/25434/011.2/2019 tanggal 10 Desember 2019 perihal Rekomendasi Atas Pemeriksaan Khusus sebagai tindak lanjut dari Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 700/12429/SJ tanggal 11 November 2019 perihal Rekomendasi Atas Pemeriksaan Khusus.
Keenam, Bupati Faida tidak mematuhi perintah Menteri Dalam Negeri dan perintah Gubernur Jawa Timur atas rekomendasi hasil pemeriksaan tersebut. Berikutnya, bupati perempuan pertama di Jember itu juga melanggar melanggar ketentuan PERPRES Nomor: 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, beserta peraturan turunannya.
Kedelapan, dewan menduga Bupati Faida telah terjadi melakukan pelanggaran sejumlah peraturan daerah. Antraa lain Perda Nomor 11 Tahun 2015 tentang APBD 2016, Perda 44/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan APBD 2016, Perda 4/2016 tentang Perubahan APBD 2016. Selanjutnya, Perbup Nomor 48 Tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2016, Perbup 32/2016 tentang Penjabaran APBD 2016, Perbup 46/2012 tentang Pedoman Hibah Dan Bansos.
Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Hadi Supa’at saat membacakan pandangan fraksinya mengatakan,
“DPRD sudah tidak bisa menghitung lagi pelanggaran dilakukan olehnya. Saya sangat prihatin melihat kondisi sudah carut marutan birokrasi di Jember. Ditambah lagi banyak penyelewengan dan juga sudah melanggar sumpah janji jabatannya,” Rabu (22/7/2020).
Paparan Fraksi PDI Perjuangan diperkuat Legislator Fraksi PKB Itqon Syauqi. Menurutnya, keputusan pemakzulan melalui Hak Menyatakan Pendapat ini merupakan langkah lanjutan dari dua tahap sebelumnya yang tidak dihiraukan Bupati Faida.
“Sebelumnya dewan sudah mengeluarkan rekomendasi dari Hak Interpelasi dan Hak Angket DPRD yang diabaikan oleh bupati. Jadi dua tahap itu sudah dilewati, sekarang diputuskan melalui hak menyatakan pendapat (HMP),” Itqon.
Dewan akan mengajukan permohonan fatwa ke MA. Keputusan dari lembaga peradilan itu menjadi pertimbangan utama Mendagri Tito Karnavian, yang akan sangat menentukan nasib Faida. Selama belum ada keputusan fatwa MA, maka Faida masih sah memegang jabatan Bupati Jember dengan seluruh kewenangannya. Berdasarkan aturan yang berlaku, proses keluarnya fatwa dari MA terkait hak menyatakan pendapat ini, akan memakan waktu paling lama 30 hari.
Keputusan DPRD Jember memakzulkan bupati ini merupakan pertama kali dalam sejarah pemerintahan RI yang menggunakan sistem presidensial. Pemberhentian kepala daerah oleh lembaga legislatif ini dibenarkan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, namun hanya di ranah politik.
“Secara administratif, DPRD tidak bisa memecat bupati. Yang bisa memberhentikan adalah Mendagri melalui Fatwa MA,” ujar Ketua DPRD Jember ini.
Upaya pihak legislatif untuk memakzulkan Bupati Faida hanya bisa sampai tahap keputusan politik melalui Hak Menyatakan Pendapat. Dewan memasrahkan proses berikutnya sesuai aturan perundangan.
“Secara politik tidak ada lagi yang bisa kami lakukan, ini yang tertinggi. Selanjutnya tergantung keputusan dari Mahkamah Agung, kita akan ikuti prosesnya sesuai peraturan perundang-undangan,” tutupnya. (**)