screenshot Perbup Mukomuko nomor 8 tahun 2020 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa di desa
BERITA SEMARAK, MUKOMUKO – Pemerintah Desa (Pemdes) dilarang melakukan kegiatan pembangunan sebelum adanya ketersediaan anggaran. Hal ini dijelaskan dalam peraturan Bupati (Perbup) Mukomuko nomor 8 tahun 2020 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa di desa.
Dalam pasal 11 ayat (3) tertulis, Kasi atau Kaur dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani surat perjanjian dengan penyedia apabila anggaran belum tersedia atau anggaran yang tersedia tidak mencukupi.
Ketua LSM KRM Kabupaten Mukomuko, Junaidi ketika dimintai keterangan tentang peraturan ini menjelaskan, jika merujuk kepada Perbup nomor 8 tahun 2020, Pemdes dilarang mengadakan ikatan perjanjian dengan penyedia.
BACA JUGA : Polisi Amankan 2 Pria di Mukomuko yang Kedapatan Bawa Ganja
“Jajaran Pemdes, dalam hal ini Kasi atau Kaur, dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani surat perjanjian dengan penyedia apabila anggaran belum tersedia atau anggaran yang tersedia tidak mencukupi,” kata Ketua LSM KRM Kabupaten Mukomuko, Senin (29/04 /2024).
Kendati demikian, Ketua LSM KRM Mukomuko menyebutkan, banyak Pemdes yang merealisasikan kegiatan pembangun sebelum anggaranya tersedia.
“Banyak yang melanggar Perbup ini. Alasan mereka, kegiatan (pembangunan) sudah tercantum di APBDes. Tentu ini butuh sosial dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa atau DPMD agar tata kelola atau manajemen Pemdes lebih tertata,” terang Ketua LSM KRM.
BACA JUGA : Polisi Geledah Kantor Dinas Pertanian Bengkulu Tengah
Ia mengungkapkan, kendati tidak ada konsekuensi (pidana) atas pelanggaran tersebut, namun dikuatirkan adanya perselisihan antara ketersediaan anggaran dan realisasi pekerjaan.
“Kalau saya perhatikan dari isi Perbup, sepertinya nggak ada sanksi pidana. Hanya dikuatirkan adanya selisih anggaran. Contoh, Pemdes merealisasikan pembangunan sebelum adanya anggaran. Catatanya, kegiatan sudah ada dalam APBDes ya. Nah pembangunan itu (sebut saja) sebesar Rp 150.000.000. Ternyata, realisasinya Rp 170.000.000. Kan Pemdes tombok Rp 20.0000.000. Beda lagi kalau realisasi dibawah anggaran, itu bisa masuk Silpa,” jelasnya.
Selain itu, ujar Ketua LSM KRM, larang itu lebih kepada meminimalisir resiko perselisihan antara Pemdes dan penyedia.
BACA JUGA : Dinas Pertanian Mukomuko Ungkap Syarat Masuk Program Replanting, Ini Syaratnya
“Lebih kepada meminimalisir resiko. Seperti, anggaran sudah tercatat di APBDes. Kemudian, terjadi kesepakatan antara Pemdes dan penyediaan. Nah, setelah pekerjaan selesai, dana nggak masuk ke rekening desa. Kan jatuhnya, Pemdes berhutang ke penyedia,” ungkapnya.
Junaidi mengakui, sejauh ini, belum ditemukan kasus Pemdes yang tidak membayar anggaran kepada penyedia, walaupun kegiatan telah dilakukan sebelumnya anggaran tersedia.
Menurut, tidak adanya anggaran yang bersumber dari Dana Desa sudah diketahui sejak awal.
BACA JUGA : Jaksa ‘Lirik’ Realisasi Program Replanting di Kabupaten Mukomuko
“Ada tidaknya anggaran, termasuk besar kecilnya itu sudah diketahui dari peraturan menteri keuangan (PMK). Pemdes sudah tahu jika desanya di black list. Kalau peraturan PMK sekarang itu, jumlah DD setiap desanya sudah keliatan. PMK ini kan terbit duluan, baru pengesahan APBDes, “ujar dia.
APBDes awal, sambung Ketua LSM KRM, terkadang tidak memuat secara keseluruhan dana yang tersedia dalam PMK. Penyesuaian anggaran harus dilakukan dalam perubahan.
BACA JUGA : DPRD Mukomuko Minta, Satpol PP Tegakan Perda Hewan Ternak
“APBDes ini paling lambat harus disahkan tanggal 31 Desember tahun berjalan. Itu untuk anggaran tahun berikutnya. Kalau ada yang melewati batas waktu pengesahan APBDes, itu ada yang namanya ketaatan dalam penerapan peraturan perundang-undangan. Itu ada di bagian sistem pengendalian intern,” tuturnya.
Saksi dari keterlambatan pengesahan APBDes itu sendiri adalah teguran Pemerintah Kecamatan.
“Camat yang berhak mengeluarkan teguran. Memang nggak berpengaruh kepada PMK, tapi akan berimbas dalam kriteria kinerja Pemdes.” pungkasnya (**).