Kantor Badan Keuangan Daerah Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu
BERITA SEMARAK, MUKOMUKO – Pengawasan langsung pada usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan (PMBLB) atau lebih dikenal dengan galian C di Mukomuko Provinsi Bengkulu sangat minim.
Pengawasan langsung bertujuan untuk memastikan berapa material yang terjual, hingga dapat diketahui secara pasti berapa pajak MBLB yang wajib dibayar oleh pelaku usaha galian C ke Pemerintah Daerah.
Pajak galian C dihitung dari kubikasi material yang terjual. Berdasarkan data yang diperoleh beritasemarak.com, terhitung per 1 kubik pajak yang wajib dibayar adalah Rp 4.000.
Kepala Badan Keuangan Daerah, Agus Sumarman melalui Kabid Pendapatan I, Deftri Maulana, S.STP mengungkapkan, usaha galian C menjadi salah satu objek pajak daerah.
Kata dia, tahun 2023, Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko menargetkan pendapatan asli daerah atau PAD dari sektor ini sebesar Rp 1,3 miliar. Namun realisasinya, kata Kabid pendapatan I, per September 2023 baru mencapai Rp 251 juta atau 18,50 persen.
Menurutnya, beberapa kendala dialami, diantaranya sejak awal sampai petertengahan tahun banyak quari atau galian C yang belum mendapat perpanjangan izin, sehingga berhenti beroperasi.
“Kalau bulan ini (september) sudah banyak galian C yang beroperasi, seperti di kecamatan V Koto, Penarik, dan kecamatan lain. Mudah-mudahan akhir tahun realisasi pajak MBLB bisa mencapai target,” kata Kabid pendapatan I, Senin (25/09/2023)
Selain itu, terang Kabid pendapatan I, Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko tidak bisa memastikan berapa jumlah material yang dijual oleh pengusaha galian C. Katanya, ini disebabkan lemahnya pengawasan.
“Pajak galian C dapat dihitung dari estimasi pemakaian material proyek pemerintah. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah bisa melakukan penekanan, terhadap proyek yang menggunakan material dari galian C, yakni dengan memberlakukan syarat. Syarat yang dimaksud adalah saat melakukan pencairan, maka wajib lunas pajak galian C,” jelasnya.
Namun demikian, hal tersebut tidak berlaku untuk proyek yang berasal dari sumber anggaran lain, seperti pemerintah provinsi maupun Satker pusat.
“Kendalnya adalah, bukti lunas pajak belum jadi syarat pencairan. Ini juga jadi kendala sebenarnya. Ada perkembangan positif, yakni perusahaan swasta secara sukarela melaporkan estimasi penggunaan material dari galian C pada proyek mereka,” bebernya.
Masih kata Kabid Pendapatan I, pemerintah desa dapat mengambil peran untuk mendongkrak realisasi pajak galian C ini. Kata dia, dari total pajak yang diterima Pemkab, ada jatah dana bagi hasil (DBH) sebesar 30 persen untuk desa.
“Kalau pemerintah desa ambil peran, mereka bisa membantu mengawasi dan mendata material yang dijual oleh galian C, maka potensi GBH untuk desa akan semakin besar. Mereka (Pemdes) kan dapat 30 persen (DBH),” kata Kabid.
Pemerintah Daerah, jelas Kabid pendapatan I, memerlukan data pembanding untuk mengetahui berapa sebenarnya material yang terjual dari setiap quari.
“Data ini untuk mengetahui pasti kubikasi yang dikeluarkan. Dengan demikian, kita mengetahui kewajiban pemilik usaha galian C.
Iya, tinggal kita jumlahkan kubikasi material terjual kali Rp 4.000 per kubik,” tuturnya.
Tahun 2021 lalu, realisasi pajak galian C yang beroperasi di wilayah Desa Talang Sepakat, Kecamatan V Koto sebesar Rp 161,7 juta. Pemerintah desa setempat menerima DBH sebesar Rp 56,6 juta.
Kemudian Desa Talang Arah mendapat DBH pajak galian C sebesar Rp 29 juta dari realisasi pajak dari galian C di desa itu sebesar Rp 83,1 juta. (** YN)