Kurang Siap Menghadapi Era Digital, Ketua Dewan Pers : Ekosistem Pers Tidak Sehat

JAKARTA, NASIONAL1263 Dilihat

Dr Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers

BERITA SEMARAK, JAKARTA – Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu, mengingatkan tentang ekosistem pers yang sedang tidak kondusif. Hal itu disampaikan pada peluncuran hasil survei yang dilakukan Dewan Pers bersama Universitas Multimedia Nasional (UMN) tentang industri media di Hall Dewan Pers, Jakarta, belum lama ini.

“Ekosistem pers saat ini memang tidak sehat, baik dari segi ekonomi maupun konten. Hal ini karena kurangnya kesiapan menghadapi era digital. Kesiapan tersebut memang tidak bisa dilakukan secara cepat,” kata Ketua Dewan Pers, seperti dikutip dari dewanpers.or.id dengan judul survei-lanskap-media-pers-indonesia

BACA JUGA : Pasca Kebakaran di Rumah Wartawan, Dewan Pers Minta Kapolri, Panglima TNI, Komnas HAM dan LPSK Bentuk Tim

BACA JUGA : PWI Pusat Bentuk Satgas Khusus Anti Kekerasan Terhadap Wartawan

Kata dia, semua pihak memikirkan langkah solutif ini. Menurutnya, tidak hanya Dewan Pers dan insan pers, namun juga melibatkan semua pihak sebagai pemangku kepentingan.

“Ini karena keberadaan pers juga merupakan kebutuhan masyarakat Indonesia,” ujar Ketua Dewan Pers.

Dia menegaskan, hasil penelitian yang digagas Dewan Pers bekerja sama dengan peneliti dari UMN ini cukup memberi gambaran tentang bagaimana secara umum industri media dalam menghadapi kesulitan, terutama dengan adanya disrupsi teknologi digital yang memengaruhi pendapatan.

“Sebagian bertahan hidup dengan berbagai cara dan Dewan Pers telah melakukan berbagai inovasi untuk mendukung para pegiat media pers ini,” tuturnya.

BACA JUGA : PWI Pusat Apresiasi Polda Sumatera Utara

BACA JUGA : Polisi Amankan 2 Pria Kasus Dugaan Pembakaran Rumah Wartawan

Bagi yang dari awal berkomitmen pada pers, Ketua Dewan Pers yakin, mereka akan berpegang teguh dan beradaptasi dengan dunia digital dengan tetap mendukung jurnalisme berkualitas.

“Adaptasi ini masih memerlukan kerja sama kita semua agar ekosistem digital tidak menjadi gaduh yang menyebabkan hal buruk bagi pers kita,” jelasnya.

Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Dewan Pers, A Sapto Anggoro, mengutarakan, saat ini ada 1800 media yang terverifikasi di Dewan Pers.

“Sebanyak 1.015 berupa media siber, 377 televisi, 18 radio, dan 442 cetak. Dari sebaran geografis, data hasil penelitian memperlihatkan konsentrasi pertumbuhan media banyak di Indonesia bagian Barat, yaitu Sumatra dan Jawa,” kata Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Dewan Pers.

BACA JUGA : Dalam Seminar IKWI, Menteri PPPA Sebut Perempuan Kuatkan Visi Bangsa

Dia menyebutkan, ketimpangan itu mengindikasikan adanya wilayah-wilayah padat media dan wilayah yang masih membutuhkan lebih banyak media untuk melayani publik.

“Pada wilayah padat media, permasalahan yang terjadi adalah persaingan untuk mendapatkan audiens dan juga ‘kue’ iklan.

“Persoalan ini dapat memengaruhi kualitas konten pemberitaan dan media secara umum,” ungkapnya.

Ia mengutarakan, hasil penelitian, didapati bahwa disrupsi teknologi digital memberikan pengaruh pada pendapatan media. Menurutnya, sebagian media mencoba mengembangkan strategi bisnis baru, namun tidak jarang ada media yang bergantung pada platform digital seperti google, facebook, youtube, instagram, tiktok, dan lainnya.

BACA JUGA : Kapolres Mukomuko Pastikan Handphone Anggotanya Tak Ada Aplikasi Judol

“Bagi media yang tidak bisa bertahan, mereka terpaksa melakukan PHK sejumlah wartawan dan menekan biaya operasional. Data dari penelitian ini, mayoritas media memiliki biaya operasional di rentang Rp10-50 juta per bulan dengan jumlah karyawan di kisaran 1-10 orang,” paparnya.

Untuk itu, sambungnya, perlu sinergi antara institusi pers, organisasi pers, Dewan Pers, pemerintah, dan pemangku kepentingan agar menghasilkan langkah strategis.

“Dewan Pers selama ini telah berupaya menjalankan program dan kegiatan untuk mendorong berkembangnya ekosistem pers yang sehat dengan verifikasi perusahaan pers, pendampingan peningkatan kapasitas media, fasilitasi uji kompetensi wartawan, dan mendorong terbitnya peraturan tentang tanggung jawab platform digital untuk kurnalisme berkualitas (Publisher Rights),” sampainya.

BACA JUGA : Polisi Amankan 2 Pria Kasus Dugaan Pembakaran Rumah Wartawan

“Kita saat ini berada di era yang sangat mudah membuat media. Namun mumet untuk menghidupinya,” imbuhnya

Peneliti UMN, Dr Ignatius Haryanto, dalam paparannya mengemukakan, data yang diperoleh dari asosiasimedia/konstituen Dewan Pers (AMSI, SMSI, JMSI, ATVSI, ATVLI, PRSSNI, SPS) memperlihatkan, bahwa Lampung menjadi provinsi yang memiliki media siber terbanyak, yakni 417.

“Hasil yang dituangkan pada peta industri media di indonesia, menunjukkan bahwa Provinsi Lampung paling banyakmemiliki media siber, yaitu 417 media. Diikuti kemudian (lima besar) oleh Sumatra Utara (250 media), Jawa Barat (234 media), Riau (228 media), dan Kalimantan Timur (220 media),” sampainya.

BACA JUGA : Judi Online Picu Keretakan Rumah Tangga, Uang Belanja Dipotong

Masih kata Ignatius, jumlah total media siber dari konstituen sebesar 3.886 media.

“Dari jumlah ini baru 36 persen yang terverifikasi Dewan Pers yakni 1850 media. Untuk media radio, secara keseluruhan ada 549 radio dengan rincian, Provinsi Jawa Barat 109, Jawa Tengah 91 radio, Jawa Timur 86 radio, DKI Jakarta 37 radio, dan Lampung 28 radio,” paparnya.

Media TV lokal dan swasta, sambungnya, sebanyak 57 stasiun. Menurut dia, ini berbanding jauh dengan pernyataan Kominfo di 2023 yang menyebut sebanyak 676 stasiun.

BACA JUGA : Satgas Bakal Tutup Pelayanan Top Up yang Terbukti Terafiliasi Game Judi Online

“Perbedaan jumlah bisa disebabkan pendataan oleh asosiasi difokuskan pada karya jurnalistik, kebanyakan stasiun belum mendaftarkan diri ke asosiasi. Adapun jumlah provinsi dengan TV lokal terbanyak adalah Jawa Timur dengan 7 stasiun dan DKI Jakarta (5). Sedangkan Jawa Tengah, Jawa Barat, Banteng masing-masing 4 stasiun TV lokal, “jelasnya.

Ia menyebutkan, sesuai hasil riset, total media cetak di Indonesia sebanyak 527. Jumlah terbanyak berasal dari Jakarta sebanyak 48 media, Jawa Timur 41 media, Sumatra Utara 36 media, Riau 31 media, dan Lampung 30 media.

BACA JUGA : 80 Ribu Pemain Judi Online Adalah Anak-anak

Selama ini, terangnya, berdasarkan asumsi, ada 100 media di tiap kabupaten/kota. Dengan jumlah kabupaten/kota sebanyak 514, maka total media nasional kira-kira bisa mencapai angka sekitar 51.000-an.

“Sebagian besar bisnis media di Indonesia dalam kondisi survival. Untuk menghidupinya, banyak dilakukan dengan cara bisnis di luar media, bahkan di luar bisnis komunikasi,” terang dia.

Dia menjelaskan, survei ini merekomendasikan Dewan Pers mengawal Publisher Right. Kata dia, caranya, melakukan kolaborasi dengan multistakeholder, bisa dipertimbangkan adalah aktivitas pengolahan data, hosting, dan yang terkait.

BACA JUGA : Buat Efek Jera, Mendagri Siapkan Sanksi ASN Terlibat Judi Online

“Dewan Pers patut mempertimbangkan moratorium perusahaan pers melihat adanya aktivitas-aktivitas perusahaan pers yang tidak sesuai Kode Etik Jurnalistik ataupun mulai meninggalkan produksi karya jurnalistik berkualitas,” katanya.

Dengan adanya moratorium, Dewan Pers bisa berfokus pada pengembangan ekosistem perusahaan pers yang lebih sehat dan promosi perusahaan pers yang memperhatikan kualitas jurnalistik namun belum terverifikasi.

Artikel ini telah terbit di laman dewan pers

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *